Review "Korporasi Media Massa"
- Komunikasi Massa D 4
- Jun 4, 2019
- 5 min read
Korporasi Media Massa Di Indonesia
Perkembangan media massa di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir bisa dibilang cukup pesat. Ini dapat dilihat dengan banyaknya media baru yang tumbuh dan berusaha untuk menunjukkan eksistensinya di dunia komunikasi massa Indonesia. Namun, perkembangan yang pesat di media massa Indonesia juga menimbulkan sebuah fenomena baru, yaitu adanya kecenderungan kepemilikian media massa lebih banyak dimiliki oleh orang-orang yang berorientasi pada kepentingan bisnis dan politik semata. Karena ada kepentingan-kepentingan tertentu dari pemilik sebuah institusi media, media melupakan fungsi utamanya untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi dan edukasi bagi masyarakat. Dikarenakan kepentingan tersebut, sering kita temui banyaknya konten yang dipublikasikan dan menjadi konsumsi masyarakat umum terkesan dipaksakan dan dibuat-buat demi kepentingan pemilik institusi media bersangkutan Fenomena yang terjadi inilah yang dinamakan korporasi media. Fenomena ini terjadi karena penggunaan institusi media atau pers oleh jaringan kapitalis, dengan menguasai institusi media sebanyak-banyaknya, baik itu media cetak maupun elektronik.
Konten yang terkandung dalam media massa yang sudah dipengaruhi dan dikendarai oleh kepentingan pemilik media cenderung berpotensi merugikan publik karena lama-kelamaan masyarakat akan menjadi jenuh, antipati dan tidak peduli. Konten yang terdapat dalam media dapat memberikan pengaruh baik kecil maupun besar terhadap masyarakat. Lebih dari itu, media dapat mempengaruhi masyarakat dalam cara berpikir, bertindak maupun budaya suatu masyarakat sesuai dengan kepentingan dan keinginan penguasa atau pemilik korporasi. Jika hal ini terjadi berlarut-larut, maka fungsi media sebagai jembatan informasi dan edukasi untuk masyarakat tidak akan terwujud. Bahkan, korporasi media yang cenderung memiliki kepentingan di bidang politik, akan mengaburkan fungsi media sebagai pengontrol dan pengkritisi jalannya pemerintahan yang dimaksudkan untuk menciptakan kehidupan demokratis di masyarakat dan menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Monopoli Kepemilikan dan Literasi Media
Menurut Ade Armando, anggota Dewan Pakar Panitia Kerja RUU, mengungkapkan bahwa dunia penyiaran Indonesia hanya dikuasai oleh grup besar, disamping itu banyak radio komunitas yang mati dan kebanyakan beroperasi dalam ketidakpastian hukum, dan benar hal tersebut telah berlarut-larut dibiarkan sehingga menjadi sesuatu yang lumrah (dalam wibowo, 2013, hal 12). Literasi media, dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengakses, mengevaluasi dan mengkomunikasikan isi pesan media. Namun pada kenyataannya masyarakat cenderung sangat suka meniru apa yang dilihatnya di televisi, dengan demikian kebiasaan tersebut lama-kelamaan akan berubah menjadi kebudayaan (dalam wibowo, 2013, hal 12). Seperti rentang tahun 2006 terkait kejadian kasus acara “Smackdown” di Lativi, maksud Lativi ingin memberikan tayangan hiburan namun ternyata menimbulkan jatuhnya korban-korban. Ketika lembaga penyiaran berusaha menghibur, namun yang terjadi adalah jatuhnya korban, terutama dari anak-anak.
Korporasi Media Massa di Indonesia
1. MNC Group milik Harry Tanoesodibjo RCTI, MNC TV, MNC Shop, MNC Music, MNC Food & Travel, MNC News, MNC Lifestyle, MNC Entertainment, MNC Sport, Global TV, Majalah High End, Tabloid Genie, Tabloid Mom & Kiddie, Majalah High End Teen, Global Radio, Radio Dangdut Indonesia, V Radio, Koran Sindo
2. Mahaka Group milik Erick Tohir Majalah Golf Digest Indonesia, Majalah Parents Indonesia, Harian Republika, Harian Indonesia, Jak FM, Delta FM, Gen FM, FeMale Radio, Prambors FM, Jak TV, Alif TV
3. Kompas Gramedia milik Jakob Oetama (Pendiri), Agung Adiprasetyo Kompas, Bangka Pos, Warta Jateng, Warta Kota, Kontan, Tribun Timur, Tribun Jogja, Tribun Pontianak, Tribun Pekanbaru, Tribun Manado, Tribun Kaltim, Tribun Jabar, Tribun Batam, Surya, Tabloid Bola, Kontan, Nakita, Nova, Otomotif, OTOplus, Pcplus, Rumah, Saji, Sinyal, Soccer, Motor Plus, Majalah Intisari, Hai, XYKids, Bobo, Bobo Junior, Sedap, Chip, Info Komputer, Kawanku, Ide bisnis, Hot Game, Donald Bebek, Bola Vaganza, Angkasa, National Geographic, Auto Bild Kompas.com, KompasGramedia TV, Radio Sonora, Eltira FM
4. Jawa Pos Group milik Dahlan Iskan Koran Radar, Koran Indopos, Tabloid Komputek, Nyata, Posmo, Cantiq, Bunda, Koki, Tunas, Modis, Hikmah, Ototrend, Nurani, Suksesi, Majalah Mentari, Majalah Liberty
5. Bakrie & Brothers milik Aburizal Bakrie Tv One, ANTV
6. Trans Corporation milik Chairul Tanjung Trans TV, Trans 7
7. Media Group milik Surya Paloh Media Indonesia, Lampung Post, Borneo news, Tabloid Prioritas, Metro TV
8. Media Bali Post Group milik Satria Naradha Bali post, Bisnis Bali, Denpasar Post, Suara NTB, Bali radio, Suara Denpasar, Bali TV
9. Elang Mahkota Teknologi milik Eddy Kusnadi SCTV, Indosiar, Liputan6.com
Kasus yang Terjadi
Seperti yang kita ketahui bersama, Indonesia akan melakukan pemilihan umum untuk Presiden pada tanggal 9 Juli 2014. Momen ini dimanfaatkan banyak pihak terutama politisi untuk menyedot animo masyarakat dan menarik perhatian publik. Berkaitan dengan agenda untuk menarik perhatian publik dan animo masyarakat, banyak politisi menggunakan media sebagai alat untuk menyuarakan aspirasinya. Namun yang terjadi adalah, momen ini dimanfaatkan para pemimpin korporasi untuk menggunakan media massa yang mereka miliki untuk mengutamakan dan menyuarakan kepentingannya. Momen kampanye Pemilu Presiden ini dimanfaatkan para pemimpin korporasi yang menjadi seorang politisi dan mendaftarkan diri menjadi calon presiden atau wakil presiden untuk menggunakan media yang mereka miliki untuk kampanye. Dari MNC Group, Harry Tanoesoedibjo menjadi Calon Wakil Presiden dari Wiranto, Calon Presiden Partai Hanura. Surya Paloh, pemilik Media Group, menjadi Calon Presiden dari Partai Nasdem. Aburizal Bakrie pemilik korporasi Bakrie and Brothers menjadi Calon Presiden dari Partai Golkar. Kepentingan politik dan korporasi menyebabkan banyaknya program atau tayangan yang terkesan dipaksakan dan dibuat-buat. Maka hampir dipastikan HT memanfaatkan MNC Group, ARB dengan Viva Groupnya serta Surya Paloh dengan Media Group menggunakan media massa milik mereka untuk menaikan profil dan propaganda politik mereka dalam rangka Pemilu 2014 nanti. Demikian juga bagaimana media massa saling „menghajar‟ dengan membongkar berbagai borok (korupsi, skandal ataupun kebohongan) lawan politik mereka sementara menyembunyikan kebobrokannya sendiri. Namun pada satu sisi terkesan memiliki musuh bersama terhadap lawan politik/idiologi yang tidak memiliki media atau tidak melakukan “pembelian citra‟ melalui media.
Contoh media yang dijadikan kendaraan politik dan kampanye adalah acara kuis kebangsaan. Kuis Kebangsaan merupakan salah satu program acara televisi yang bergenre kuis interaktif. Kuis ini ditayangkan di RCTI secara langsung (live) setiap hari pada pukul 09.30 WIB dan pukul 17.00 WIB. Hadiah yang disediakan mulai dari mesin cuci, handphone hingga sepeda motor. Setiap episode ada dua penelepon yang berkesempatan memperoleh hadiah yang disediakan. Kuis ini sempat mendapat pro dan kontra karena nuansa kampanye politik salah satu pasangan capres-cawapres yang cukup kental. Peserta kuis diminta memilih salah satu dari lima pertanyaan yang telah disediakan (W,I,N,H dan T) kemudian menjawab pertanyaan yang dipilih. Pertanyaan biasanya berhubungan dengan Negara Indonesia. Password saat akan mengikuti kuis pun disesali bumbu kampanye, yaitu slogan politik capres-cawapres ini : Bersih, Peduli, Tegas. Adapun juga di stasiun tv lain, kita juga menemui hal yang sama namun berbeda bentuk. Ada sebuah acara debat politik di Metro TV yang menampilkan debat politik. Namun yang menjadi moderator adalah seseorang yang berasal dari partai Nasdem. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk opini publik bahwa partai Nasdem adalah partai yang mau mendengarkan dan mampu memecahkan permasalahan serta menjadi pihak yang netral. Citra dan opini publik yang berusaha diciptakan tentu saja berkaitan dengan pencapresan Surya Paloh yang berasal dari Partai Nasdem, yang memiliki Media Group, induk perusahaan Metro TV. Senada dengan Metro TV, TV One juga menampilkan iklan politik yang memberitakan hal postitif mengenai Aburizal Bakrie. Dari iklan tersebut dikatakan bahwa Aburizal Bakrie adalah seorang yang berpengaruh, dan menungkapkan keberhasilan-keberhasilan Aburizal Bakrie. Tentu saja iklan ini diciptakan dan ditayangkan sedemikian rupa untuk menciptakan citra diri dan opini publik yang positif terhadap Aburizal Bakrie, Calon Presiden dari Partai Golkar yang memiliki TV One. Mereka yang menguasai media massa tidak bisa dilepaskan dari fakta bahwa mereka juga memiliki kekuatan ekonomi dan atau bahkan kekuatan politik yang besar, seperti perusahaan retail (Chairul Tanjung), asuransi (HT), partai politik (HT, ARB dan Suryo Paloh), dsb. Demikian juga mereka yang bekerja di media massa mendapatkan upah dari para pemilik media massa. Dengan begitu maka kepentingan ekonomi politik mereka sebagai pemilik modal disebarkan melalui media massa yang mereka miliki agar tetap bertahan dan terus menjadi hegemoni ideologi yang dominan.
Comments